Arjuno Dan Isinya (Part 2)

Catatan aja, saya menuliskan ini bukan untuk membuat takut naik gunung, hanya ingin berbagi cerita saja.

Kalo sebelumnya saya menuliskan isi Arjuno dari sisi perjalanan dan keindahannya, kali ini saya ingin menuliskan dari sisi lainnya lagi.

Saya pertama kali ke Arjuno lewat jalur Cangar. Itu baru kali kedua saya naik gunung setelah Gunung Panderman. Jadi masih newbie banget. Saya naik berlima dengan dua orang teman seusia saya dan dua orang senior dari mapala. Bisa dikatakan dua orang dari mapala ini udah sering bolak- balik naik gunung, apalagi Gunung Arjuno. Hari pertama kita memutuskan untuk camp di watu tumpuk (yang ada pohon tumbangnya). Tempatnya tidak terlalu luas, tapi cukup untuk beberapa tenda. Kami semua berada di satu tenda yang cukup besar. Tengah malam saat semua tertidur, tiba- tiba saya merasa tangan saya panas, lalu memegang kening saya ternyata juga panas, tanpa tau kenapa seluruh badan saya menjadi panas dan merasa sedikit sesak nafas. Dan jadilah saya membangunkan rekan lainnya. Saya diberi obat penurun panas. Alhamdulillah keesokan harinya sudah normal kembali. Lalu hari kedua sampai hari keempat semua aman terkendali.

Kejadian aneh kembali terjadi saat dari Lembah Kembar akan turun ke desa Sumber Brantas. Saya berjalan diurutan kedua, salah satu senior berjalan didepan saya. Entah mengapa tiba- tiba senior yang didepan saya berlari meninggalkan saya dan rekan yang dibelakang. Dan jadilah saya yang berjalan didepan. Ada satu kejadian yang sangat saya ingat. Jalur yang kita lewati saat itu hanya ada satu jalur setapak, lalu saya menoleh kebelakang untuk melihat rekan saya, karena saya tidak mendengar lagi langkah kaki rekan yang dibelakang. Lalu saat saya sudah melihat rekan saya dibelakang, saya kembali melihat jalan didepan untuk meneruskan perjalanan. Dan yang terjadi adalah jalan didepan saya menjadi dua jalur. Kiri dan kanan. Percaya gak percaya aja sih, tapi itu terjadi kepada saya.

Dan perjalanan tetap kami teruskan menuju desa terakhir. Saat sudah tiba di peradaban, saya kembali bertemu dengan senior yang meninggalkan kita tadi. Perseteruan antar senior ini pun tak dapat dihindari. Singkat cerita saja, ternyata senior didepan saya tadi lari meninggalkan kami karena dia dikejar oleh harimau. Yang dia maksudkan harimau itu, bukan harimau sungguhan, melainkan dari alam lain.

Kejadian lainnya saya alami saat naik Arjuno, berangkat melalui jalur Kaliandra, turun melalui jalur Cangar. Saya naik berempat, dua orang senior dan satu siswa yang sedang pendidikan. Salah satu senior saya adalah orang yang menguasai ‘ilmu begitu’. Pahamkan maksud saya ilmu apa?
Saya ke Arjuno setelah dua minggu ada korban yang meninggal di Gunung Kembar 2. Hari pertama hingga hari ketiga semuanya masih aman terkendali. Hari ketiga kami camp di Lembah Kembar. Hari keempat, pagi harinya salah satu senior dan siswa yang sedang pendidikan melanjutkan perjalanan ke Welirang dan siangnya mereka langsung kembali ke Lembah Kembar. Di camp tinggal saya dan senior ‘berilmu’ untuk masak dan packing. Karena sore itu juga kami akan langsung kembali ke desa Sumber Brantas. Sekitar jam 10 pagi, suasana di Lembah Kembar sudah berkabut, angin, dan sedikit hujan rintik. Hawa yang dingin, membuat saya ingin buang air kecil. Akhirnya saya memutuskan berkeliling Lembah Kembar untuk mencari tempat buang air. Ada suatu yang agak tertutup, saya memutuskan buang air disitu. Entah mengapa saya langsung merinding dan merasa banyak mata yang sedang mengawasi. Setelah urusan selesai, segeralah saya pergi dari tempat itu dan kembali ke camp. Pukul 11, dua kawan yang dari Welirang belum juga kembali. Dan kemudian terjadi percakapan antara saya dan senior ‘berilmu’.

Senior Berilmu (SB)      : “Kamu gak ngerasa aneh disini? Kamu udah ngeliat apa aja selama perjalanan kemarin?”
Saya (A)                          : “Gak ngeliat apa-apa sih mas. Cuma tadi ngerasa aneh aja pas aku buang air disana (sambil nunjuk tempat saya buang air tadi), kayak ada yang ngawasin gitu mas.”
SB                                  : “Wah, ya mesti. Orang itu tempat kita minta petunjuk pas ada yang ilang kemarin kok”
A                                    : “Cari petunjuk? Sholat gitu?”
SB                          : “Ya enggak. Kayak pake ilmu- ilmu laen gitu. Kita pake lokasi disana.”

Seketika saya terdiam. Tidak berminat melanjutkan pembicaraan. Tetapi senior ‘berilmu’ itu tetap bercerita tentang jalannya evakuasi korban kemarin. Menurut ceritanya, sebenarnya lokasi korban ditemukan sudah dilewati berulang-ulang tapi korban tidak tampak atau ‘tertutup’ gitu. Katanya sih begitu.

Setelah dua kawan saya yang dari Welirang tiba di Lembah Kembar, kami melanjutkan perjalanan ke desa Sumber Brantas. Saat perjalanan turun, saya diurutan kedua, depan saya senior ‘berilmu’, belakang saya ada siswa yang sedang pendidikan dan paling belakang senior yang satu lagi. Hujan pun menemani perjalanan turun. Dan tidak terasa kami terpisah jarak. Saya dan senior ‘berilmu’ jalan lebih depan. Sedangkan dua orang lainnya masih dibelakang. Saya dan senior ‘berilmu’ pun memutuskan untuk menunggu di watu tumpuk (yang ada pohon tumbangnya, tempat saya dulu pernah camp). Saya mencoba tiduran di pohon tumbang itu. Tiba- tiba saya mendengar suara langkah kaki yang sedang berlari dari belakang saya. Saya pun terbangun, karena saya kira itu adalah suara langkah teman saya. Ternyata saat saya tunggu tidak ada orang yang datang. Refleks aja mata saya mencari senior ‘berilmu’, ternyata beliau sedang berdiri memandangi saya sambil tersenyum dengan jarak sekitar 50 meter dari tempat saya.

Saya tidak mau terlalu memikirkan itu tadi suara apa, saya mengalihkan fokus dengan keceh, istilah lain dari bermain air. Ciprat dan lompat sana- sini saat hujan menyenangkan sekali. Senior ‘berilmu’ tetap mengawasi saya sambil tersenyum. Karena kami terlalu lama menunggu, rasa dingin mulai menyergap. Kami berdua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan turun dengan perlahan sambil menunggu dua kawan yang dibelakang. Tiba- tiba senior ‘berilmu’ berkata kepada saya.

SB     : “Eh, berhenti bentar.”
A       : “Kenapa mas?”
SB     : “Kamu denger suara gak?”
A   : “Suara apa? Gak denger tuh mas” (sambil memfokuskan pendengar untuk menangkap suara yang dimaksud)
SB     : “Masa sih gak denger? Coba deh dengerin.”
A       : (masih berusaha menangkap suara yang dimaksud)
Dan seketika saya mendengar suara gending/gamelan jawa yang indah banget. Saya pun kaget.
A       : “Loh mas, itu beneran suaranya?”
SB     : “Iya beneran, lah kamu kira maen-maen.”

Akhirnya saya berpikiran kalo itu suaranya dari desa yang dibawah. Tapi suara itu menghilang begitu saja.
Dan tidak terasa tibalah kami di desa Sumber Brantas. Terjadilah kembali percakapan diantara kami.

SB     : “Gimana perjalanan hari ini? Ada yang aneh gak?”
A       : “Ya lumayan mas. Suara gamelan jawanya gak bisa terlupakan”
SB     : “Hahaha gppa biar kamu tau”
A     : “Lah itu suara gamelannya beneran apa enggak sih? Maksudku orang atau yang lain?”
SB    : “Hahaha bukan orang itu yang maen. Eh, kamu tadi main keceh (maen air) sama siapa?”
A       : “Hah? Emang sama sapa mas?”
SB     : “Iya tadi ada yang nemenin kamu maen air gitu loh. Gak keliatan tah?”
A       : “Hah?!?”
Saya pun terdiam.

Itu beberapa kejadian yang pernah saya alami. Saya yakin, selama tidak berniat jahat atau mengganggu, tidak akan diganggu. Dan mungkin masih banyak yang lebih horror dari pengalaman saya. Tapi saya tidak mau tau. Sekian.

Komentar